makalah Hukum Pidana Masalah Pertanahan

PENDAHULUAN

A. Kata Pengantar
Semakin meningkatnya pembangunan, maka kebutuhan terhadap tanah semakin meningkat pula, sedang persediaan tanah semakin terbatas. Keadaan yang demikian berakibat banyaknya kejahatan maupun pelanggaran terhadap tanah terjadi baik itu pemalsuan surat-surat tanah yang dipergunakan untuk kepentingannya dan merugikan bagi orang lain, juga dengan menipu dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak dengan jalan menjual, menukarkan, menyewakan atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah atau partikelir, pembatasan tanah. Selain kejahatan terhadap tanah, terdapat juga pelanggaran-pelanggaran dan semuanya itu telah diatur dalam KUHP yang semata-mata untuk menjamin kesejahteraan dari pada pemilik tanah, maka dari itu dalam makalah ini membahas unsur-unsur dan pertanggung-jawaban pemidanaannya. 

B. Rumusan Masalah 
Perumusan masalah makalah ini, untuk mengetahui tiga poin penting dalam kejahatan terhadap kejahatan pertanahan, diataranya:
1. Apa pengertian dari pada kejahatan terhadap tanah ? 
2. Apa saja unsur subyektif dan obyektif dari setiap pasal yang berkaitan dengan kejahatan terhadap tanah ?
3. Bagaimana pertanggung-jawaban dari setiap pasal tentang kejahatan terhadap tanah ?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kejahatan Terhadap Tanah
Dalam membahas pengertian tentang kejahatan terhadap tanah, perlu diketahui dahulu apa pengertian “kejahatan” yang sering diartikan perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dan ada sanksi bagi yang melanggar larangan tersebut . 
Kejahatan atau perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, dan disertai dengan ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa kejahatan adalah perbuatan yang oleh hukum dilarang atau diancam pidana, asal perlu kita ingat bahwa larangan itu ditunjukkan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan seseorang), sedangkan ancaman itu pidananya ditujukan kepada orang yang mnimbulkan kejahatan itu .
Dapat diartikan bahwa kejahatan pertanahan dalam KUHP adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang disertai sanksi pidana bagi yang melakukannya . 
Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang mengatur dalam hal pertanahan pada buku II tentang kejahatan, dan buku III tentang pelanggaran .

B. Unsur-Unsur Kejahatan Terhadap Tanah 
Kejahatan pertanahan jika dilihat dari segi waktunya dibedakan menjadi tiga, antara lain: 
1. Pra perolehan 2. Menguasai tanpa hak 3. Mengakui tanpa hak
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bentuk-bentuk kejahatan terhadap tanah beserta unsur-usurnya adalah sebagai berikut:
 Pra Perolehan
1. Delik Penipuan
Tindak pidana ini mengenai menghancurkan, memindahkan atau menyingkirkan sesuatu yang dipakai orang untuk menunjukkan batas-batas halaman oleh pembentuk undang-undang telah diatur antara lain:
Pasal 389 Undang-undang pidana yang berbunyi: 
“Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, menghancurkan, memindahkan, membuang atau membuat sehingga tidak dapat terpakai lagi barang yang dipergunakan untuk menentukan batas pekarangan, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan” .
Tindak pidana ini tidak ada unsur perbuatan atau upaya-upaya perbuatan yang bersifat menipu atau membohongi, seperti tipu muslihat, rangkaian kebohongan, perbuatan curang dan lain sebagainnya . Walaupun demikian sesungguhnya dalam pasal ini ada unsur membohongi atau mengelabui orang atau khalayak umum, yaitu dengan perbuatannya terhadap sesuatu yang digunakan sebagai batas tanda pekarangan itu orang lain dapat terpedaya, menjadi keliru mengenai batas dan luas tanah pekarangan, perbuatan itu juga mengakibatkan tidak jelasnya batas- batas pekarangan dan merubah luas suatu pekarangan dari luas asalnya .
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 389 ini terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut;
a. Unsur Subyektif
 Dengan Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan dengan melawan hukum
Unsur Subyektif kejahatan ini sama dengan penipuan (opchting), pemerasan, pengancaman yaitu punya maksud menguntungkan. Dalam penipuan selain maksud menguntungkan, ada unsur menggerakkan, yaitu menyerahkan, memberi hutang, dan lain-lain .
Kata “dengan maksud” ini menunjukkan “naaste doel” dari pelaku, ataupun yang di dalam doktrin juga disebut “bijkomend oogmerk” atau “maksud selanjutnya” dari pelaku, sehingga untuk selesainya tindak pidana yang diatur dalam pasal 389 KUHP, maksud pelaku sebagaimana yang dimaksud diatas tidak perlu dicapai pada waktu pelaku melakukan perbuatan-perbuatan yang terlarang, yakni perbuatan: merusakkan, memindahkan, menyingkirkan atau membuat tidak dapat dipakai lagi. Akan tetapi adanya maksud seperti itu pada pelaku harus didakwakan dan dibuktikan di sidang pengadilan yang memeriksa perkara pelaku .
b. Unsur Objektif 
• Barang siapa
Kata barang siapa ini menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut memenuhi semua unsur tindak pidana yang diatur dalam pasal 389 KUHP maka ia bisa disebut sebagai pelaku atau sebagai deder dari tindak pidana tersebut .
• Menghancurkan 
Yang dimaksud dengan menghancurkan atau suatu perbuatan yang menimbulkan kerusakan, hanya akibat dari perbuatan menghancurkan lebih besar daripada akibat perbuatan merusak. pada umumnya suatu akibat hancurnya benda oleh perbuatan menghancurkan adalah benda tidak dapat dipakai lagi .
 Memindahkan
Suatu benda yang digunakan sebagai batas pekarangan itu tidak berada pada tempat semula, akibatnya berpengaruh pada luas tanah tersebut .
 Membuang
Menghilangkan suatu benda yang digunakan sebagai tanda batas, dan berakibat kaburnya mengenai batas dan luas suatu pekarangan.
 Membuat tidak dapat dipakai lagi
Yaitu perbuatan pada suatu benda yang berakibat benda itu tidak dapat dipergunakan lagi sebagaimana tujuan benda itu dibuat .
 Objeknya 
Tentang unsur objek kejahatan yang dirumuskan sebagai sesuatu yang digunakan sebagai tanda batas pekarangan, adalah segala macam benda yang dibuat secara jelas untuk menunjukkan batas tanah pekarangan tersebut .
Selain pasal 389 kejahatan pertanahan dalam delik penipuan, juga dijelaskan dalam pasal 385 KUHP, yang diberi kualifikasi sebagai stelionat atau dapat disebut penipuan yang berhubungan hak atas tanah ketentuan pidana pada pasal ini bertujuan untuk melindungi hak atas tanah yang dimiliki oleh penduduk asli berdasarkan hukum adat, ataupun atas bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman yang terdapat di atas tanah seperti itu . Barang siapa menunjukkan orang jika memenuhi syarat pada pasal 266 KUHP dapat dikenai tindak pidana pemalsuan dalam bidang kejahatan terhadap tanah. Tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal ini hanya dalam KUHP, dan tidak dalam Wvs Belanda, hal ini merupakan pengecualian dari asas concordantie .
Pasal 385. Pada pasal ini tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur subyektif:
 Dengan Maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan dengan melawan hukum.
 Diketahui tanah tersebut ada orang lain yang lebih berhak.
 Tidak memberitahukan kepada orang lain bahwa tanah tersebut telah dijadikan tanah tanggungan utang atau telah digadaikan .
b. Unsur obyektif:
 Barang siapa.
 Menjual, menukarkan, menyewakan atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah dan partikelir.
 Menggadaikan atau menyewakan tanah orang lain.
 Menjual, menukarkan, menyewakan atau menjadikan tanggungan utang sesuatu hak rakyat dalam memakai tanah pemerintah dan partikelir.
 Menyewakan tanah buat suatu masa, sedang diketahuinya tanah tersebut telah disewakan sebelumnya kepada orang lain .
Beberapa putusan Kasasi Mahkamah Agung berkenaan dengan ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 385 KUHP, dapat dicatatat antara lain, yakni:
1. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 28 Agustus 1974 No. 104 K-Kr/1973 yang antara lain memutuskan bahwa: 
“Meminjam sebidang tanah dari yang berhak guna digarap satu musim, tetapi setelah waktu tiba untuk mengembalikannya pada yang berhak, tidak dikembalikannya melainkan dijual musiman kepada orang lain, dipersalahkan melanggar pasal 385 (4) KUHP”
2. Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI tanggal 10 Mei 1972 N0. 107 K-Kr/1970 yang antara lain memutuskan sebagai berikut:
“Pertimbangan pengadilan tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung, karena terdakwa telah terbukti dengan maksud untuk menguntungkan anak kandungnya sendiri telah meghilangkan hak saksi KL atas tanah karcis No. 317 pada pembagian tanah Bandar Simare Mangunsaksak, terdakwa dipersalahkan melakukan kejahatan dengan maksud hendak menguntungkan diri-sendiri atau orang lain secara melawan hukum, telah melanggar hak orang Indonesia atas tanah, sedangkan diketahuinya bahwa orang lain berhak atas tanah tersebut” . 

2. Delik Pemalsuan
Pasal-pasal yang mengatur tentang kejahatan pemalsuan yang dapat diterapkan terhadap kejahatan dibidang pertanahan adalah sebagai berikut, pasal 266 KUHP berbunyi sebagai berikut:
(1). Barang siapa menyuruh menempatkan keterangan palsu keadaan suatu akta autentik tentang suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta itu, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu dseolah-olah keterangan itu cocok dengan hal sebenarnya, maka dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian, dihukum selama-lamanya tujuh tahun.
(2) Dengan hukuman yang serupa itu juga dihukum barang siapa dengan sengaja menggunakan akta itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang sebenarnya jika pemakaian surat itu dapat mendatangkan kerugian . 
Kalau diteliti ketentuan pasal 266 KUHP tersebut, maka yang dapat dijatuhi sanksi menurut ketentuan pasal itu adalah mereka yang menyuruh menggunakan sarana tersebut untuk melakukan kejahatan, atau mereka dengan sengaja menggunakan sertifikat palsu sebagai sarana melakukan kejahatan dibidang pertanahan .
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal diatas adalah sebagai berikut:
a. Unsur Subjektif 
 Dengan maksud menggunakan akta itu seolah-olah keterangan itu cocok dengan hal yang sebenarnya.
Yakni si-pelaku menyadari bahwa surat-surat palsu itu akan dipergunakan untuk kepentingannya dan untuk merugikan orang lain, dengan sengaja.
b. Unsur Objektif 
 Barang siapa
Menunjukkan orang yang apabila memenuhi pasal 266 KUHP dapat dikenai tindak pidana pemalsuan dalam bidang kejahatan terhadap tanah.
 Menyuruh menempatkan keterangan palsu 
Memberi perintah pada orang lain dengan keterangan atau penjelasan yang tidak sesuai dengan bukti yang ada .
Juga disebutkan dalam pasal 274 KUHP yang mengatur masalah delik pemalsuan yang masuk dalam kejahatan terhadap tanah, yang berbunyi:
(1). Barang siapa membuat palsu atau memalsukan surat keterangan pegawai negri yang menjalankan kekuasaan yang sah mengenai hak milik atau sesuatu hak lain atas suatu barang dengan maksud akan memindahkan penjualan atau penggadaian barang itu atau dengan maksud akan memperdaya pegawai kehakiman atau polisi tentang asalnya barang tersebut.
(2). Dengan hukuman serupa itu juga dihukum juga barang siapa dengan maksuddengan maksud yang serupa menggunakan surat keterangan palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olahasli dan tidak dipalsukan. 
Menurut R. Soesilo yang dimaksud surat keterangan Pegawai Negeri Sipil dalam hubungannya dengan kejahatan terhadap pertanahan adalah surat-surat yang diberikan oleh kepala-kepala desa yang menerangkan siapa orang yang berhak atas sebidang tanah, yang mana sesuai dengan register yang dipegangnya tentang hak milik individual dan milik komunal. Pemalsuan keterangan tersebut biasanya digunakan untuk penjualan tanah .
Kasus yang muncul diatas pada dasarnya adalah sebagian besar akibat kurangnya ketelitian petugas kantor pertanahan dalam menyikapi adanya sertifikat ganda, maka dari itu perlu diadakan pengawasan yang tetap terhadap para petugas yang terkait dalam pembuatan akta tanah .
Selain pasal-pasal di atas, terdapat juga dalam pasal 263 dan pasal 264 KUHP. Dalam pasal 263 dijelaskan tentang pemalsuan surat adalah delik yang dirumuskan secara formil, artinya tidak ada akibat yang penting kecuali yang telah termasuk kelakuan memalsu . 
 Menguasai Tanpa Hak
1. Kejahatan dalam jabatan 
Delik yang dilakukan dalam jabatan dapat dituntut jika seorang pegawai negeri yang melakukan tersebut harus pada waktu melakukan jabatannya dan dikategorikan sebagai delik pertanahan yang tercantum dalam pasal 425 angka 3 e yang berbunyi: 
“Pegawai negeri yang pada waktu menjalankan jabatan seolah-olah menurut peraturan tentang tanah pemerintah, yang dikuasai dengan hak Bumiputra memakai tanah itu, dengan merugikan orang yang berhak, sedang diketahuinya bahwa perbuatan itu ia melanggar peraturan tersebut” . 
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal diatas, sebagai berikut:
a. Unsur subjektif
 Dengan merugikan orang yang berhak 
Suatu tindakan yang dilakukan dan mengakibatkan kesusahan terhadap orang yang benar-benar mempunyai bukti kepemilikan atas barang yang dimiliki.
b. Unsur objektif
 Pegawai Negeri
Seorang abdi Negara yang berkewajiban menjalankan tugasnya sesuai dengan ketetapan yang diatur pemerintah. 
 Menjalankan jabatannya
Melaksanakan kewajiban sesuai dengan tugas yang telah diemban dan dilakukan atas dasar mengabdi kepada Negara.
Delik yang tercantum dalam pasal ini dinamakan dengan “kenevelarij” yang oleh R. Suesilo diterjemahkan dengan berarti “permintaan memaksa”.
Dalam pasal ini unsure yang sukar dibuktikan adalah unsur “pada waktu menjalankan jabatan”, karena pegawai negeri atau pejabat di Negara kita sukar untuk dipastikan kapan dia menjalankan jabatan dan kapan tidak. Namun demikian, pada tahun 1971 yaitu diundangkannya Undang-undang Nomer 3 tahun 1971 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka kejahatan yang diatur dalam pasal 425 KUHP tersebut kemudian dikualifikasi sebagai delik korupsi. 
 Mengakui tanpa hak 
1. Delik pelanggaran terhadap hak kebebasan dan ketentraman. Kejahatan ini dirumuskan dalam pasal 167, yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Unsur subyektif.
 Melawan hukum.
Yakni sebelum bertindak, ia sudah mengetahui atau sadar bahwa tindakannya bertentangan dengan hukum seolah-olah mengakui miliknya sendiri .
 Sengaja.
Ia telah mengetahui bahwa perbutannnya bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak orang lain.
b. Unsur obyektif.
 Masuk ke dalam rumah orang lain dalam keadaan terbuka atau tertutup dengan paksa.
Yang dapat diartikan “masuk dalam keadaan paksa” ialah masuk dengan cara bertentangan dengan kehendak yang dinyatakan sebelumnya oleh yang berhak, misalnya: Dengan perkataan, perbuatan, dengan tulisan “dilarang masuk” atau tanda lain yang sama artinya dan dapat dipahami oleh orang daerah sekitarnya.
Juga dianggap dengan “masuk dengan paksa” dalam ayat dua ialah: orang yang masuk dengan cara membongkar, memanjat, memakai anak kunci palsu, perintah palsu, pakaian jabatan palsu, atau orang yang bukan karena kekeliruan masuk ke tempat itu dan orang yang berada di tempat tersebut pada waktu malam . 
 Berdiam atau berada dalam rumah, ruangan tertutup serta tidak pergi dari tempat itu atas permintaan yang berhak atas rumah atau ruangan.
Orang yang menyusup ke suatu rumah atau ruangan tertutup pada waktu siang dan kedapatan di tempat itu pada waktu malam termasuk larangan ini, sebaliknya orang yang menyusup pada waktu malam dan kedapatan pada keesokan harinya, tidak termasuk dalam larangan ayat ini. Jadi yang patut dituntut menurut pasal ini ialah orang yang berada di tempat itu pada waktu malam.
 Obyeknya.
Obyek dari pasal ini adalah rumah, ruangan atau pekarangan tertutup. Pengertian “rumah” masuk pula perahu atau kendaraan yang ditinggali orang, dan pendeknya semua tempat yang digunakan untuk tempat tinggal. Kata “ruangan tertutup” yaitu ruangan yang hanya boleh dimasuki oleh orang yang tertentu saja dan bukan untuk umum. Dan yang dimaksud dengan “pekarangan tertutup” ialah suatu pekarangan yang dengan nyata ada batas-batasnya, misalkan: ada pagar disekeliling pekarangan itu .
Juga dalam Pasal 168, yang unsur-unsurnya:
a. Unsur Subyektif
 Melawan hukum 
Yakni sebelum bertindak, ia sudah mengetahui atau sadar bahwa tindakannya bertentangan dengan hukum. Berhubungan dengan ini dalam soal waktu terdapat peranan penting, misalkan: kepala kantor pos tidak dapat melarang kepada orang yang akan membeli perangko masuk ke dalam ruang kantor pos pada jam kerja, dalam hal ini apabila jam kerja yang ditentukan sudah lewat, maka tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam kantor pos itu. 
 Sengaja.
Ia telah mengetahui bahwa perbutannya bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak orang lain.
b. Unsur obyektif
 Masuk dengan paksa atau tinggal dalam tempat untuk pekerjaan umum dan tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan pegawai negeri yang berkuasa.
Yang dimaksud dengan “tempat pekerjaan umum” ialah tempat yang dipergunakan untuk melakukan tugas oleh instansi atau badan-badan pemerintahan, ruang sidang pegadilan, kantor, dan lain sebaginya.
 Masuk dengan membongkar atau memanjat, memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu.
 Memaksa masuk dengan tidak sepengetahuan pegawai negeri yang berkuasa dan tidak karena kekeliruan kedapatan di tempat itu pada waktu malam 
Mengenai “pegawai yang berkuasa” adalah sama artinya dengan pegawai yang mempunyai kekuasaan terhadap seluruh ruagan itu atau pegawai yang khusus ditugaskan untuk menjaga ketertiban dalam ruang itu .
Dan pelanggaran-pelanggaran terhadap tanah yang dimuat dalam buku III KUHP terdapat empat pasal, yaitu:
Pasal 548, yang unsur-unsurnya:
a. Unsur subyektif 
 Sengaja 
Ia telah mengetahui bahwa perbutannya bertentangan dengan kewajiban hukumnya atau bertentangan dengan hak orang lain dengan membiarkan ternak yang bersayap dan tidak dapat terbang, seperti: ayam, itik, angsa.
b. Unsur obyektif
 Membiarkan hewan ternak milik sendiri 
Mengetahui namun tidak menghalang-halangi hewan milik sendiri yang berjalan di atas tanah orang lain.
 Menyuruh hewan ternak milik sendiri
Yaitu dengan sengaja menyuruh hewan miliknya itu berjalan di atas tanah orang lain.
 Obyeknya
Tanah yang sudah ditaburi biji, misalnya: padi, kedelai. Juga tanah yang ditugali (ditanam biji dalan tanah, semisal: kentang, kacang) atau ditanami dan berupa kebun sayuran . 
Dan perbedaan antara pasal 548, 549, 550 mengenai tanah-tanah tanaman yaitu tanah-tanah yang sudah ditaburi, digali, atau ditanami. Apabila seseorang tanpa hak membiarkan hewan bersayap yang tidak dapat terbang seperti: ayam, itik, dan sebagainya, berjalan disitu maka ia dapat dikenai hukuman denda sebanyak-banyak lima belas rupiah (pasal 548). Apabila tanahnya berupa suatu padang rumput, dan seorang membiarkan tanpa hak ternak berjalan disitu hukumannya menjadi maksimum denda dua puluh lima rupiah (pasal 549). Apabila orang itu sendiri berjalam atau berkendaraan ditanah tersebut, maka hukumannya maksimum lima belas rupiah lagi (pasal 550) . Sedang pada pasal 551 ini tidak perlu tanah itu ditaburi, taguli, ditanami sudah cukup apabila orang yang melanggar dengan berjalan atau berkendaraan diatas tanah kepunyaan tanah orang lain yang sudah diberi tanda larangan yang nyata, dihukum dengan denda maksimum lima belas rupiah juga .
C. Tanggung jawab pidana kejahatan atas tanah 
Pelaku kejahatan terhadap tanah, pertanggung jawabannya berbeda pada setiap pasalnya.
1. Pelaku pidana pasal 385 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya empat tahun.
2. Pelaku pidana pasal 389 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan. 
3. Pelaku pidana pasal 263 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya enam tahun. 
4. Pelaku pidana pasal 264 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya delapan tahun.
5. Pelaku pidana pasal 266 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya tujuh tahun. 
6. Pelaku pidana pasal 274 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya dua tahun.
7. Pelaku pidana pasal 425 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya tujuh tahun. 
8. Pelaku pidana pasal 167 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda paling banyak 300 rupiah.
9. Pelaku pidana pasal 168 KUHP dikenakan sanksi penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda paling banyak 300 rupiah.
10. Pelaku pidana pasal 548 KUHP dikenai hukuman denda maksimal lima belas rupiah.
11. Pelaku pidana pasal 549 KUHP dikenai hukuman denda maksimal dua puluh lima rupiah.
12. Pelaku pidana pasal 550 KUHP dikenai hukuman denda maksimal lima belas rupiah. 
13. Pelaku pidana pasal 551 KUHP dikenai hukuman denda maksimal lima belas rupiah.

BAB III
KESIMPULAN

• Kejahatan pertanahan adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang disertai dengan sanksi pidana bagi yang melanggarnya.
• Kejahatan pertanahan dalam KUHP terdapat pada buku II dan buku III diantaranya dibedakan dari segi waktunya: 
1. Pra perolehan, terdapat dalam pasal 385, 389, 263, 264, 266.
2. Menguasai tanpa hak, terdapat dalam pasal 425.
3. Mengakui tanpa hak, terdapat dalam pasal 167, 168.
Dan dalam buku III juga terdapat delik-delik tentang pelanggaran terhadap pertanahan, yang terdapat dalam pasal 548, 549, 550, 551.
• Sementara unsur-unsur dari pasal-pasal tersebut berbeda-beda sesuai dengan motif delik masing-masing.
• Pertanggung jawaban pemidanaan dalm kejahatan pertanahan diantara masing-masing delik diatur tersendiri dalam KUHP. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Berantai Antara ; Pecinta, Pejuang Dan Penjual Telur Oleh Sastra

CONTOH PUISI TENTAN KEBUDAYAAN

Aturan Penomoran Surat